Saat ini, laporan dan berita tentang kasus-kasus yang memerlukan penanganan cepat semakin meningkat. Komitmen tersebut akan diwujudkan UGM dalam bentuk kanal khusus yang bernama Pusat Krisis (Crisis Center). Sehubungan dengan pengembangan sistem tersebut, maka diselenggarakan Workshop Pengembangan Pusat Krisis UGM di Auditorium Lt.8 Gedung Tahir Foundation FK-KMK pada Senin, 6 Februari 2023. Workshop tersebut dihadiri oleh Rektor UGM, Wakil Rektor bidang Pendidikan dan Pengajaran, Ketua Health Promoting University serta mengundang para pemegang kepentingan (stakeholder) di UGM antara lain Direktorat Kemahasiswaan, Tim KKN Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat, PK4L, UGM Residence, tim psikolog Fakultas, hingga perwakilan dari lembaga mahasiswa.
Dibuka oleh Rektor UGM, Prof.dr.Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., beliau menerangkan bahwa Crisis Center menjadi upaya untuk membentuk ekosistem kampus yang sehat dan upaya penanggulangan krisis yang tidak hanya terjadi di dalam kampus, tetapi juga di luar kampus. Krisis yang dimaksud meliputi krisis yang terkait dengan kesehatan fisik, kesehatan mental, kekerasan seksual dan kekerasan lainnya (violence), perundungan (bullying), dan lain-lain yang memerlukan bantuan penanganan segera. Saat ini, UGM telah memfasilitasi tombol pusat krisis di web UGM yang berisi nomor-nomor yang dapat dihubungi. Ke depannya akan ada prosedur dan tim yang lebih solid untuk Pusat Krisis, dapat berupa pusat panggilan (call center) hingga artificial intelligence dalam bentuk chatbot.
Acara selanjutnya adalah sharing session yang dipandu oleh dr. Bagas Suryo Bintoro, Ph.D. Sesi ini bertujuan untuk berbagi pengalaman menangani kasus kesehatan mental yang selama ini terjadi di lingkungan UGM dan kemudian melakukan refleksi bersama-sama untuk mewujudkannya dalam satu kesatuan sistem yang menangani secara komprehensif. Dari sharing session tersebut, diperoleh beberapa masukan antara lain:
- biaya perawatan untuk mahasiswa kurang mampu selain dari realokasi RKAT unit kerja yang bersangkutan;
- honor untuk staf yang menjaga mahasiswa 24 jam selama yang bersangkutan dirawat;
- perlunya unit disabilitas karena di negara maju seperti Inggris, kondisi gangguan jiwa jangka panjang masuk kategori disabilitas;
- skrining kesehatan mental bagi mahasiswa agar yang berisiko dapat diberikan Dosen Pembimbing Akademik, Dosen Pembimbing Lapangan (KKN), dan Dosen Pembimbing Skripsi/Tesis khusus; dan
- perlunya sistem kesehatan yang terintegrasi melalui basis data.
Sesi mengenai bagan alir dan prodedur operasional Pusat Krisis dipandu oleh Direktur Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. dr. Rustamadji, M.Kes. Beliau menawarkan opsi adanya Manajer Kasus dalam alur dan perlu diputuskan pihak yang akan ditempatkan. Sedangkan kriteria Manajer Kasus disampaikan oleh Diana Setiyawati, S.Psi., Psi, MHSc., Ph.D., Psikolog, Ketua Center of Public Mental Health Fakultas Psikologi dan juga Pokja Kesehatan Mental HPU. Nantinya penerima telepon pertama dan Manajer Kasus akan dibekali checklist pertanyaan kesehatan mental.
Dalam bagan alir juga diperlihatkan adanya alur darurat (emergency) dan tidak darurat (non-emergency) dan pihak yang terlibat adalah PK4L, Unit Konsultasi Psikologi, GMC Health Center, Fakultas/Sekolah/Asrama, Rumah Sakit Akademik atau rumah sakit lainnya (Fasker tk.I), serta fungsi pencegahan di HPU. Wakil Rektor bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA. menegaskan bahwa Layanan Pusat Krisis berlaku untuk semua civitas akademika: mahasiswa, tendik, dan dosen.
Akan ada workshop lanjutan untuk membahas lebih detail mengenai kriteria kedaruratan dan kebutuhan stakeholder. Nantinya stakeholder juga akan dibagi dalam break out room sesuai kategori darurat, tidak darurat, dan pencegahan.